I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit yang terjadi pada tumbuhan dapat disebabkan oleh
mikroorganime dari berbagai jenis yang tidak bisa kita lihat dengan menggunakan
mata telanjang. Dampak dari serangan penyakit berbeda-beda setiap jenis tumbuhan
yang diseranggnya. Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit pada
tumbuhan seperti Jamur, Bakteri, Virus dan Nematoda. Penyebab penyakit pada
tanaman yang disebutkan di atas diantaranya adalah Nematoda. Nematoda dapat
berperan sebagai hama dan juga sebagai penyakit, dikatakan sebagai hama karena
nematoda dapat menyerang tanaman dari permukaan tanah dan digolongkan sebagai
penyebab penyakit karena dapat masuk kedalam jaringan pembuluh pada akar
tanaman.
Melihat fenomena bahwa banyaknya tanaman budidaya
khususnya tanaman Tomat (Lycopersicum
esculentum) dan Seledri (Aphium
graveolens L.) yang terserang Nematoda untuk itu sangat pentingnya praktikum
Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman khususnya tentang Pengenalan Nematoda. Dengan
praktikum ini kita dapat mengetahui morfologi nematoda, gejala serangan dan
juga pangandalian nematoda, sehingga dalam pengaplikasian dilapangan kita sudah
mengetahui semua tentang nematoda.
Nematoda merupakan mikroorganisme yang digolongkan ke
dalam filum dunia hewan. Nematoda ketika dilihat di bawah mikroskop terlihat
berupa cacing-cacing mikroskopis dengan ukuran tubuh yang sangat kecil dan
berwarnah bening. Secara umum karena ukuran tubuh nemtoda sangat kecil, para
petani sangat sulit membedakan dengn penyakit yang disebabkan oleh virus dan
bakteri (Pracaya, 2007).
1.2 Tujuan dan
Kegunaan
Tujuan dari
Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Modul tentang Pengenalan Nematoda
adalah untuk mengetahui ciri morfologi, gejala serangan, tehnik ekstraksi serta
cara pengendalian dari nematode parasitik.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat
mengetahui dan membedakan ciri morfologi dari nematoda dan gejala serangan
serta cara pengendalian yang tepat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika Nematoda Meloidogyne spp.
Nematoda termasuk dalam Filum nemata, terdiri atas dua
kelas yaitu Secernenta (Phasmidia)
dan Adenophorea (Aphasmidia). Kelas Secernenta terdiri atas tiga subkelas
yaitu Rhabditia, Spiruria, dan Diplogasteria.
Semua nematoda parasitik tanaman termasuk dalam ordo Thylenchida dan
Dorylaimida. Kalasifikasi dari nematoda Meloidogyne spp. adalah Phylum
nematoda, klas secernenta,
ordo tylenchida, subordo tylenchina, dan famili heteroderidae (Tjahjadi, 2005).
2.2 Siklus Hidup Nematoda Meloidogyne spp.
Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase
yaitu fase larva I sampai larva IV dan nematoda dewasa. Siklus hidup nematoda
puru akar sekitar 18–21 hari atau 3–4 minggu dan menjadi lama pada suhu yang
dingin. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina tergantung pada kondisi
lingkungannya. Pada kondisi biasa betina dapat menghasilkan 300-800 telur dan
kadang-kadang dapat menghasilkan lebih dari 2800 telur. Larva tingkat II
menetas dari telur yang kemudian bergerak menuju tanaman inang untuk mencari
makanan, terutama bagian ujung akar di daerah meristem, larva kemudian menembus
korteks akibatnya pada tanaman yang rentan terjadi infeksi dan menyebabkan
pembesaran sel-sel. Di dalam akar larva menetap dan menyebabkan perubahan
sel-sel yang menjadi makanannya, larva menggelembung dan melakukan pergantian
kulit dengan cepat untuk kedua dan ketiga kalinya, selanjutnya menjadi jantan
atau betina dewasa yeng berbentuk memanjang di dalam kutikula, stadium ke empat
muncul dari jaringan akar dan menghasilkan telur secara terus menerus selama
hidupnya. Nutrisi yang tersedia serta jumlah larva per unit area jaringan
inang. Larva jantan lebih banyak jika akar terserang berat dan zat makanan
kurang, jika sedikit larva pada jaringan inang maka hampir semua menjadi
betina, tetapi reproduksinya kebanyakan partenogenesis, walaupun exudat akar
mampu memacu penetasan telur, tetapi senyawa tersebut tidak diperlukan untuk
keberhasilan siklus hidupnya (Anafzhu, 2009).
2.3 Morfologi
dan Cara Menginfeksi Tanaman
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam
tanah, panjangnya bervariasi dan maksimum 2 mm kepalanya berlekuk dan panjang
stiletnya hampir 2 kali panjang stilet betina (Anafzhu, 2009).
Pada cacing jantan terdiri dari satu atau kadang-kadang dua testis tubuler. Secara berturutan setelah testis, vas eferens, vesikulum seminalis (sebagai tempat menyimpan sperma), vas deferens dan terakhir kloaka. Disebelah dorsal kloaka ditemukan kantung spikulum yang biasanya ditemukan 1 atau 2 atau tidak spikula (alat untuk kopulasi). Disekeliling anus ditemukan beberapa papila yang kadang-kadang bertangkai serta susunan berbeda pada setiap jenis cacing. Ekor cacing jantan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu yang berupa sayap yang terbentuk dari kutikula sepanjang ekor cacing dan tidak terlalu melebar disebut ala caudal sedangkan yang melebar membentuk bentukan yang disebut bursa (berfungsi untuk memegang cacing betina saat kopulasi (Subagia, 2008).
Pada cacing jantan terdiri dari satu atau kadang-kadang dua testis tubuler. Secara berturutan setelah testis, vas eferens, vesikulum seminalis (sebagai tempat menyimpan sperma), vas deferens dan terakhir kloaka. Disebelah dorsal kloaka ditemukan kantung spikulum yang biasanya ditemukan 1 atau 2 atau tidak spikula (alat untuk kopulasi). Disekeliling anus ditemukan beberapa papila yang kadang-kadang bertangkai serta susunan berbeda pada setiap jenis cacing. Ekor cacing jantan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu yang berupa sayap yang terbentuk dari kutikula sepanjang ekor cacing dan tidak terlalu melebar disebut ala caudal sedangkan yang melebar membentuk bentukan yang disebut bursa (berfungsi untuk memegang cacing betina saat kopulasi (Subagia, 2008).
Nematoda betina dewasa berbentuk seperti buah pir bersifat
endoparasit yang tidak berpindah (sedentary), mempunyai leher pendek dan tanpa
ekor. Panjang lebih dari 0,5 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm, stiletnya
lemah dan panjangnya 12–15 mm melengkung kearah dorsal, serta mempunyai pangkal
knot yang jelas. Sistem reproduksi cacing betina terdiri dari 2 atau 1 ovarium
tubuler, berikutnya masing-masing oviduks, uterus (bagian uterus ada yang
meluas membentuk Reseptakulum Seminalis yaitu kantung sperma), vagina dan terakhir
vulva (Subagia, 2008).
Serangan nematoda menimbulkan gejala yang beragam tergantung pada jenis
nematoda, jenis tumbuhan yang terserang dan keaadaan lingkungan (Suryadi, 2006), menurut Anafzhu (2009), nematoda yang menyerang akar akan menimbulkan
gejala terutama pada akar, tetapi gejala ini biasanya disertai dan munculnya
gejala pada bagian atas tanaman, yaitu berupa gejala tanaman kerdil, daun
menguning, dan layu yang berlebihan dalam cuaca panas. Puru akar merupakan ciri khas dari serangan nematoda Meloidogyne spp. Puru akar tersebut terbentuk karena terjadinya pembelahan sel-sel raksasa
pada jaringan tanaman , sel-sel ini membesar dua atau tiga kali
dari sel-sel normal. Selanjutnya akar yang terserang akan mati dan
mengakibatkan pertumbuhan tanamn terhambat. Respon tanaman terhadap nematoda
puru akar merupakan respon dari seluruh bagian tanaman dan respon dari sel-sel
tanaman, seluruh bagian tanaman memberikan respon terhadap infeksi dan
menurunnya laju fotosintesis, pertumbuhan dan hasil (Pracaya, 2007) .
2.4 Tehnik
Ekstraksi Nematoda Meloidogyne spp.
Cara kerja untuk
mengekstraksi nematoda yaitu Susun berturut-turut dari bawah nampan plastik,
nampan saringan, kasa dan tissue. Ambil sampel kemudian ratakan pada tissue
yang telah disiapkan tersebut di atas. Tuangkan air pada nampan secara
perlahan, sampai tanah yang telah diratakan tersebut basah/air menyentuh tissue
dan permukaan air tidak melebihi permukaan sampel. Inkubasikan selama 2 x 24 jam.
Saringan diangkat dan ditiriskan. Air yang tertampung pada nampan disaring
dengan menggunakan saringan 200 mesh. Cuci saringan dengan air bersih
menggunakan botol semprot. Kemudian masukkan suspensi nematoda ke dalam botol
dan disimpan dalam lemari pendingin untuk pengamatan. Tuang suspensi dalam papan
hitung untuk pengamatan nematoda sekaligus menghitung populasi nematoda di
bawah mikroskop stereo. Nematoda dipancing menggunakan kait nematoda dan
diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi air untuk diamati dibawah
mikroskop compound. Catatan untuk pengerjaan sampel tanah ditimbang sebanyak
100 g, untuk pengerjaan sampel akar atau jaringan tanaman, dibersihkan dari
tanah atau kotoran yang menempel. Dipotong-potong menggunakan gunting tanaman
hingga berukuran 0,5 cm dan ditimbang. Kemudian sampel diblender selama 3 detik
(Pracaya, 2007).
2.5
Tehnik Pengendalian
Pengendalian nematoda dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti cara bercocok tanam, sanitasi, kimia dan
pengendalian hayati. Pengendalian dengan bercocok tanam melalui pengaturan
waktu tanam yaitu menanam tanaman pada waktu yang tidak sesuai dengan
perkembangan nematoda, membajak tanah agar nematoda yang berada pada lapisan
dalam tanah akan naik kepermukaan tanah sehingga terjadi pengeringan oleh panas
matahari, kelembaban tanah, perbaikan dan komposisi tanah dengan pemupukan (Sinaga, 2006).
Pengendalian secara kimia
dapat dilakaukan dengan penggunaan nematisida: fumigan, metil bromyda, methon
sodium dan karbofuran, penanifhas, dan prophus. Pengendalian secara hayati pelaksanaannya
menggunakan mikroorganisme pada nematoda yang sekarang giat diteliti.
Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan parasit atau predator pada
telur, larva tau nematoda dewasa agar dapat menekan populasi nematoda (Trisnawati, 2009).
Pengendalian hayati terhadap
patogen tanaman umumnya terjadi mekanisme secara antagonis. Antagonis yaitu
peristiwa dimana organisme yang satu menghambat perkembangan dan pertumbuhan
organisme yang lain, hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara seperti kompetisi,
antibiosis, dan parasitisme. Dalam hal ini dapat terjadi persaingan dan
perebutan ruang, makannan (nutrisi), oksigen dan pembentukan toksin (Subagia, 2008).
III. METODE PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
tentang Pengenalan Nematoda bertempat
di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu. Waktu pelaksanaan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
ini dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Desember 2011 pada pukul 14.00-16.30 WITA dan hari Sabtu, 24 Desember 2011 pada pukul 15.00-16.30 WITA.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam Praktikum Pengenalan
Nematoda yaitu talang, keranjang, kain kasa, cutter, sprayer, loyang, corong, saringan, cawan petri,
mikroskop,
buku gambar, dan alat tulis menulis seperti pulpen, penghapus, pensil, dan penggaris.
Bahan yang digunakan dalam Praktikum Pengenalan
Nematoda yaitu tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum) yang terserang penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematoda
Meloidogyne spp. beserta tanah disekitar tanaman tomat tersebut,
tanaman seledri (Aphium graviolens
L.) yang terserang penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematode Meloidogyne spp. beserta tanah disekitar tanaman seledri tersebut,
2 botol aquades, dan 3 tissue gulung.
3.3 Cara Kerja
Ekstraksi tanah yang terinfeksi nematoda langkah kerja
yang harus dilakukan adalah yaitu pertama-pertama menyiapkan talang, keranjang
dan kain kasa, kemudian meletakkan keranjang di atas talang, setelah itu
melapisi keranjang tersebut dengan kain kasa dan tisue, setelah keranjang
terlapisi dengan baik selanjutnya menaburi tanah yang terinfeksi nematoda
kedalam keranjang secara merata. Setelah tanah sudah ditaburi langkah
selanjutnya memasukan air aquades ke dalam talang sampai tanah sedikit
tenggelam. Inkubasikan bahan yang telah siap selama 2 x 24 jam,
setelah 2 x 24 jam meniris
air rendaman tersebut kemudian menyaring air tersebut dengan saringan, setelah
itu menyemprot-nyemprotkan saringan dengan hands sprayer di atas cawan petri,
selanjutnya mengemati nematoda yang ada dalam cawan petri di bawah mikroskop
dengan perbesaran 10x, kemudian menggambar morfologi nematoda yang terlihat.
Ekstraksi akar yang terserang nematoda langkah kerjanya
yaitu pertama-pertama menyiapkan talang, keranjang dan kain kasa, kemudian
meletakkan keranjang di atas talang, setelah itu melapisi keranjang tersebut
dengan kain kasa dan tisue, setelah keranjang terlapisi dengan baik selanjutnya
mencuci akar yang terinfeksi nematoda dengan bersih, setelah bersih langkah
selanjutnya adalah memasukan potongan akar kedalam keranjang secara merata.
Setelah akar sudah ditaburi langkah selanjutnya memasukan air aquades ke dalam
talang sampai akar sedikit tenggelam.
Inkubasikan bahan yang telah siap selama 2 x 24 jam,
setelah 2 x 24 jam meniris
air rendaman tersebut kemudian menyaring air tersebut dengan saringan, setelah
itu menyemprot-nyemprotkan saringan dengan hands sprayer di atas cawan petri,
selanjutnya mengemati nematoda yang ada dalam cawan petri di bawah mikroskop
dengan perbesaran 10x, kemudian menggambar morfologi nematoda yang terlihat
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum, maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
Keterangan :
1. Daun layu dan kering
2. Batang terlihat lunak
3.
Bintil-bintil pada akar
|
Gambar 61. Morfologi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) yang Terserang Nematoda Meloidogyne
spp.
Keterangan
:
1. Daun terlihat layu & menguning
2. Akar memendek dan terdapat bintil-bintil
|
Gambar 41. Tanaman Seledri (Aphium graviolens L.) yang Terserang
Penyakit Puru Akar yang Disebabkan
Oleh Nematoda Meloidogyne spp.
Gambar 62. Morfologi Tanaman
Seledri (Aphium graveolens L.) yang Terserang Nematoda Meloidogyne spp.
Keterangan :
1. Caput
2. Mulut
3. Abdomen
4. Stylet
5. Ekor
|
Gambar 42. Morfologi Nematoda Jantan Meloidogyne
spp. pada Perbesaran 10x.
Gambar 63. Morfologi Nematoda Jantan Meloidogyne
spp. pada Pembesaran10x.
Keterangan :
1. Kepala
2. Mata
3. Perut
4. Stylet
|
Gambar 64. Morfologi
Nematoda Betina Meloidogyne spp. pada
Perbesaran
10x.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum) yang terserang
nematoda Meloidogyne spp.
Dari
hasil pengamatan tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum) yang terserang nematoda Meloidogyne
spp, pada
bagian daunnya terlihat layu dan kering,
batang nampak lunak dan kering, dan terlihat pada akarnya berbintil-bintil.
Gejala serangan nematoda Meloidogyne
spp. pada tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) terlihat pada daun yang menjadi cepat masak dan gugur, akar serabut
menjadi abnormal jumlahnya. Adanya
puru atau bintil-bintil pada akar yang terserang
nematoda, yang agak mirip dengan
bintil akar bakteri penambat nitrogen pada kacang-kacangan. Meskipun puru dapat
mengandung nematoda dalam jangka waktu yang lama, akhirnya puru membusuk dan
akar tumbuhan rusak (Trisnawati, 2006).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tanah disekitar
tanaman tomat yang terserang nematoda
terlihat lembab, berair, dan memiliki
tekstur tanah yang kasar.
Tanah yang menjadi tempat hidup nematoda mempunyai
struktur yang kasar. Kebanyakan nematoda juga hidup di tanah yang mempunyai
banyak pori dan didalam pori-pori tersebut terdapat cukup udara. Tanah tersebut
juga mempunyai kelembapan yang cukup serta tipe tanah dan pH juga mempunyai
pengaruh terhadap distribusi nematoda (Hidayat, 2009).
4.2.2 Tanaman seledri (Apium graviolens L.) yang terserang nematoda Meloidogyne spp.
Dari hasil pengamatan tanaman seledri
(Apium graviolens L.) yang terserang
nematoda Meloidogyne spp. terlihat pada daunnya menjadi layu dan
menguning, tanaman tumbuh tidak normal, dan nampak pada akarnya berbintil-bintil.
Gejala serangannya terlihat pada akar tanaman
yang menjadi
berbintil-bintil, sehingga berakibat pada sistem transportasi air dan unsur
hara terganggu, akibatnya akan berpengaruh keseluruh bagian permukaan tanaman,
pertumbuhan menjadi terhambat, daun menguning, dan dalam waktu yang rentan akan
mengakibatkan kematian pada tanaman (Tjahjadi, 2008).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan,pada tanah disekitar
tanaman seledri yang terserang nematoda lembab, berair, dan memiliki tekstur
tanah kasar.
Tanah yang
menjadi tempat hidup nematoda mempunyai struktur yang kasar, bukan halus
seperti lempeng. Nematoda biasanya
menyukai keadaan lembab karena kelembaban juga berpengaruh terhadap dar
hidup nematode. Kebanyakan nematoda juga hidup di tanah yang mempunyai banyak
pori dan didalam pori-pori tersebut terdapat cukup udara. Tanah tersebut juga
mempunyai kelembapan yang cukup (Hidayat,
2009).
4.2.3 Perbedaan Nematoda Meloidogyne spp. jantan
dan betina
Berdasarkan pada pengamatan, perbedaan Nematoda meloidogyne
spp. jantan dan betina terletak pada bagian tubuh dan ukuran tubuhnya.
Nematoda jantan mempunyai bagian tubuh yang terdiri atas kepala, mata, perut, stylet, dan ekor. Ukuran nematoda jantan juga lebih panjang dari nematoda betina.
Nematoda jantan
mempunyai bentuk seperti cacing kecil. Bagian tubuh nematoda jantan terdiri
atas kepala, mata, perut, stylet, dan
ekor. Ukuran tubuh nematoda jantan memanjang bergerak
lambat didalam tanah, nematoda jantan lebih panjang dibandingkan dengan
nematoda betina. Panjang nematoda jantan bervariasi maksimum 2 mm, kepalanya
tidak berlekuk, panjang styletnya
hampir dua kali panjang stylet betina, ekornya pendek dan membulat (Hidayat, 2009).
Bentuk
morfologi nematoda betina berdasarkan hasil pengamatan ini berbeda dengan yang
jantan. Nematoda betina mempunyai bagian tubuh yang terdiri atas kepala, mata,
perut, dan stylet. Namun tidak mempunyai ekor seperti nematoda jantan. Nematoda
betina memiliki bentuk tubuh seperti botol.
Bentuk morfologi nematoda betina berbeda dengan yang
jantan. Nematoda betina mempunyai bentuk yang mirip botol dan mempunyai bagian
tubuh yang terdiri atas kepala, mata,
perut, stylet, dan tidak mempunyai ekor. Nematoda
betina juga mempunyai sifat endoparasit yang tidak berpindah (sedentary) mempunyai leher pendek dan tanpa ekor (Hidayat, 2009).
Panjangnya lebih dari 0,5 mm dan
lebarnya antara 0,3–0,4 mm, stiletnya lemah dan
panjangnya 12-15 mm melengkung ke arah dorsal serta mempunyai
pangkal knot yang jelas. Dari segi ukuran, nematoda betina
mempunyai diameter yang lebih besar dibanding nematoda jantan (Hidayat, 2009).
4.2.4
Teknik esktrasi nematoda Meloidogyne
spp.
Teknik
ekstrasi nematoda pada pengamatan ini menggunakan teknik yang sederhana. Akar dari tanaman yag terserang nematoda dibersihkan, kemudian menyediakan talang, keranjang,
dan kain kasa, lalu keranjang ditutupi dengan kain kasa dan tissue. Memotong tanaman yang terserang dengan
panjang 1 cm lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Memasukkan air aquades
secukupnya ke dalam talang, kemudian didiamkan selama 1x24 jam. Setelah didiamkan 1x24 jam,
kemudian menyaring air rendaman akar dalam wadah. Kemudian menyemprotkan air
pada saringan agar nematoda pada saringan jatuh pada cawan petri, lalu diteliti dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali.
Nematoda
bisa diekstrasi dari dalam jaringan tumbuhan dan dari dalam tanah. Untuk
mengekstrasi nematoda yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan yang berupa
akar harus dibersihkan terlebih
dahulu dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil dengan panjang 2-3 cm, dengan menggunakan pencincang listrik
selama 15-30 detik akan menghasilkan campuran nematoda, campuran tersebut
dituangkan keatas saringan. Saringan tetap dibiarkan dalam air untuk menampung
sisa jaringan tumbuhan, nematoda yang bergerak akan menembus lubang saringan
dan dapat dikumpulkan dari air yang berada dibawah saringan tersebut
(Hutagalung, 2008)
Teknik
ekstrasi sederhana juga digunakan dalam mengekstrasikan nematoda yang berasal
dari tanah. Alat-alat yang disediakan yaitu talang, keranjang, dan kain kasa, cara kerjanya keranjang ditutupi dengan kain kasa dan tissue. Tanah dimasukkan secukupnya ke
dalam keranjang. Lalu memasukkan air aquades secukupnya ke dalam talang, kemudian didiamkan selama 1x24 jam. Setelah didiamkan 1x24 jam, kemudian menyaring air rendaman tanah
dalam wadah. Kemudian menyemprotkan air pada saringan agar nematoda pada
saringan jatuh pada cawan petri, lalu diteliti dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10 kali.
Pengekstraksian
nematoda yang berasal dari tanah dapat dilakukan dengan cara metode baskom.
Masukkan 100 gr contoh tanah ke dalam baskom Adan tambahkan air hingga
merendamkan contoh tanah. Aduk, kemudian tuang suspensinya ke dalam baskom
plastik B. Lakukan secara lengkap dan sempurna. Endapan contoh tanah yang
terdapat pada baskom A tuangi kembali dengan air dan tuangi lagi suspense
tersebut ke dalam baskom B. Sisa partikel tanah kasar pada baskom A dibuang.
Aduk suspense pada baskom B, kemudian tuang ke dalam baskom A melalui saringan
125 mesh. Kemudian saringan diletakkan ke dalam cawan petri, dan tuangkan
suspensi dari baskom A. Suspensi dalam cawan petri dibiarkan semalam. Apabila
air dianggap berlebihan, pengurangan volume air dilakukan dengan caramenyedot
air dibagian atas dengan selang plastic yang sebelumnya telah diisi air. Dalam
keadaan teraduk, pipet suspensi nematode sebanyak 10 ml, kemudian tuang ke
dalam cawan penghitung. Pengamatan dapat dilakukan dibawah mikroskop
(Hutagalung, 2008).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari
pelaksanaan Praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman Tantang Pengenalan
Nematoda dapat disimpulkan yaitu :
1.
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah, panjangnya bervariasi dan maksimum 2 mm kepalanya berlekuk
dan panjang stiletnya hampir 2 kali panjang stilet betina sedangkan nematoda
betina dewasa berbentuk seperti buah pir bersifat endoparasit yang tidak
berpindah (sedentary), mempunyai leher pendek dan tanpa ekor.
2.
Gejala umum Penyakit yang disebabkan nematoda tanaman yang terserang menjadi
layu, daun bercak-bercak kecoklatan dan terdapat bintil-bintil pada akar.
3.
Pengendalian nematoda dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti cara bercocok tanam, sanitasi, kimia dan pengendalian hayati.
5.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh asisten agar menyuruh kami para praktikan membawa alat yang seadanya saja,
agar alat-alat yang lain tidak mubazir, soalnya uang para praktikan habis, alat
sebagian alat yang praktikan bawa tidak terpakai, atau hanya sebagian saja yang
terpakai.
DAFTAR PUSTAKA
Anafzhu, 2009. Nematoda. http://anafzhu.blogspot.com/2011/06/penyakit-tungro.html. Diakses pada tanggal 24 Desember 2011.
Hutagalung, L., 2008. Teknik Ekstrasi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit Tumbuhan.
Rajawali Press, Jakarta.
Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Subagia, 2008. Hama dan Penyakit Tanaman
Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hidayat, H., 2009.
Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sinaga, S.M., 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya,Jakarta.
Tjahjadi, N., 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius, Palembang.
Trisnawati, Y., 2006. Pembudidayaan Secara Komersial Tomat. Penebar
Swadaya, Jakarta.
mksh,,,ini sngat membantu...
BalasHapus