Rabu, 01 Agustus 2012

Laporan pengenelan nematoda


I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
       Penyakit yang terjadi pada tumbuhan dapat disebabkan oleh mikroorganime dari berbagai jenis yang tidak bisa kita lihat dengan menggunakan mata telanjang. Dampak dari serangan penyakit berbeda-beda setiap jenis tumbuhan yang diseranggnya. Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya penyakit pada tumbuhan seperti Jamur, Bakteri, Virus dan Nematoda. Penyebab penyakit pada tanaman yang disebutkan di atas diantaranya adalah Nematoda. Nematoda dapat berperan sebagai hama dan juga sebagai penyakit, dikatakan sebagai hama karena nematoda dapat menyerang tanaman dari permukaan tanah dan digolongkan sebagai penyebab penyakit karena dapat masuk kedalam jaringan pembuluh pada akar tanaman.
Melihat fenomena bahwa banyaknya tanaman budidaya khususnya tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) dan Seledri (Aphium graveolens L.) yang terserang Nematoda untuk itu sangat pentingnya praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman khususnya tentang Pengenalan Nematoda. Dengan praktikum ini kita dapat mengetahui morfologi nematoda, gejala serangan dan juga pangandalian nematoda, sehingga dalam pengaplikasian dilapangan kita sudah mengetahui semua tentang nematoda.


Nematoda merupakan mikroorganisme yang digolongkan ke dalam filum dunia hewan. Nematoda ketika dilihat di bawah mikroskop terlihat berupa cacing-cacing mikroskopis dengan ukuran tubuh yang sangat kecil dan berwarnah bening. Secara umum karena ukuran tubuh nemtoda sangat kecil, para petani sangat sulit membedakan dengn penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri (Pracaya, 2007).

1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Modul tentang Pengenalan Nematoda adalah untuk mengetahui ciri morfologi, gejala serangan, tehnik ekstraksi serta cara pengendalian dari nematode parasitik.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui dan membedakan ciri morfologi dari nematoda dan gejala serangan serta cara pengendalian yang tepat.










II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Sistematika Nematoda Meloidogyne spp.
Nematoda termasuk dalam Filum nemata, terdiri atas dua kelas yaitu Secernenta (Phasmidia) dan Adenophorea (Aphasmidia).  Kelas Secernenta terdiri atas tiga subkelas yaitu Rhabditia, Spiruria, dan Diplogasteria.  Semua nematoda parasitik tanaman termasuk dalam ordo Thylenchida dan Dorylaimida.  Kalasifikasi dari nematoda Meloidogyne spp. adalah Phylum nematoda,            klas secernenta, ordo tylenchida, subordo tylenchina, dan famili heteroderidae (Tjahjadi, 2005).

2.2    Siklus Hidup Nematoda Meloidogyne spp.
       Umumnya perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase yaitu fase larva I sampai larva IV dan nematoda dewasa. Siklus hidup nematoda puru akar sekitar 18–21 hari atau 3–4 minggu dan menjadi lama pada suhu yang dingin. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada kondisi biasa betina dapat menghasilkan 300-800 telur dan kadang-kadang dapat menghasilkan lebih dari 2800 telur. Larva tingkat II menetas dari telur yang kemudian bergerak menuju tanaman inang untuk mencari makanan, terutama bagian ujung akar di daerah meristem, larva kemudian menembus korteks akibatnya pada tanaman yang rentan terjadi infeksi dan menyebabkan pembesaran sel-sel. Di dalam akar larva menetap dan menyebabkan perubahan sel-sel yang menjadi makanannya, larva menggelembung dan melakukan pergantian kulit dengan cepat untuk kedua dan ketiga kalinya, selanjutnya menjadi jantan atau betina dewasa yeng berbentuk memanjang di dalam kutikula, stadium ke empat muncul dari jaringan akar dan menghasilkan telur secara terus menerus selama hidupnya. Nutrisi yang tersedia serta jumlah larva per unit area jaringan inang. Larva jantan lebih banyak jika akar terserang berat dan zat makanan kurang, jika sedikit larva pada jaringan inang maka hampir semua menjadi betina, tetapi reproduksinya kebanyakan partenogenesis, walaupun exudat akar mampu memacu penetasan telur, tetapi senyawa tersebut tidak diperlukan untuk keberhasilan siklus hidupnya (Anafzhu, 2009).

2.3    Morfologi dan Cara Menginfeksi Tanaman

       Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah, panjangnya bervariasi dan maksimum 2 mm kepalanya berlekuk dan panjang stiletnya hampir 2 kali panjang stilet betina (Anafzhu, 2009).
       Pada cacing jantan terdiri dari satu atau kadang-kadang dua testis tubuler. Secara berturutan setelah testis, vas eferens, vesikulum seminalis (sebagai tempat menyimpan sperma), vas deferens dan terakhir kloaka. Disebelah dorsal kloaka ditemukan kantung spikulum yang biasanya ditemukan 1 atau 2 atau tidak spikula (alat untuk kopulasi). Disekeliling anus ditemukan beberapa papila yang kadang-kadang bertangkai serta susunan berbeda pada setiap jenis cacing. Ekor cacing jantan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu yang berupa sayap yang terbentuk dari kutikula sepanjang ekor cacing dan tidak terlalu melebar disebut ala caudal sedangkan yang melebar membentuk bentukan yang disebut bursa (berfungsi untuk memegang cacing betina saat kopulasi (Subagia, 2008).
       Nematoda betina dewasa berbentuk seperti buah pir bersifat endoparasit yang tidak berpindah (sedentary), mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Panjang lebih dari 0,5 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm, stiletnya lemah dan panjangnya 12–15 mm melengkung kearah dorsal, serta mempunyai pangkal knot yang jelas. Sistem reproduksi cacing betina terdiri dari 2 atau 1 ovarium tubuler, berikutnya masing-masing oviduks, uterus (bagian uterus ada yang meluas membentuk Reseptakulum Seminalis yaitu kantung sperma), vagina dan terakhir vulva (Subagia, 2008).
Serangan nematoda menimbulkan gejala yang beragam tergantung pada jenis nematoda, jenis tumbuhan yang terserang dan keaadaan lingkungan           (Suryadi, 2006), menurut Anafzhu (2009), nematoda yang menyerang akar akan menimbulkan gejala terutama pada akar, tetapi gejala ini biasanya disertai dan munculnya gejala pada bagian atas tanaman, yaitu berupa gejala tanaman kerdil, daun menguning, dan layu yang berlebihan dalam cuaca panas. Puru akar merupakan ciri khas dari serangan nematoda Meloidogyne spp. Puru akar tersebut terbentuk karena terjadinya pembelahan sel-sel raksasa pada jaringan tanaman , sel-sel ini membesar dua atau tiga kali dari sel-sel normal. Selanjutnya akar yang terserang akan mati dan mengakibatkan pertumbuhan tanamn terhambat. Respon tanaman terhadap nematoda puru akar merupakan respon dari seluruh bagian tanaman dan respon dari sel-sel tanaman, seluruh bagian tanaman memberikan respon terhadap infeksi dan menurunnya laju fotosintesis, pertumbuhan dan hasil (Pracaya, 2007) .

2.4    Tehnik Ekstraksi Nematoda Meloidogyne spp.

 Cara kerja untuk mengekstraksi nematoda yaitu Susun berturut-turut dari bawah nampan plastik, nampan saringan, kasa dan tissue. Ambil sampel kemudian ratakan pada tissue yang telah disiapkan tersebut di atas. Tuangkan air pada nampan secara perlahan, sampai tanah yang telah diratakan tersebut basah/air menyentuh tissue dan permukaan air tidak melebihi permukaan sampel. Inkubasikan selama 2 x 24 jam. Saringan diangkat dan ditiriskan. Air yang tertampung pada nampan disaring dengan menggunakan saringan 200 mesh. Cuci saringan dengan air bersih menggunakan botol semprot. Kemudian masukkan suspensi nematoda ke dalam botol dan disimpan dalam lemari pendingin untuk pengamatan. Tuang suspensi dalam papan hitung untuk pengamatan nematoda sekaligus menghitung populasi nematoda di bawah mikroskop stereo. Nematoda dipancing menggunakan kait nematoda dan diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi air untuk diamati dibawah mikroskop compound. Catatan untuk pengerjaan sampel tanah ditimbang sebanyak 100 g, untuk pengerjaan sampel akar atau jaringan tanaman, dibersihkan dari tanah atau kotoran yang menempel. Dipotong-potong menggunakan gunting tanaman hingga berukuran 0,5 cm dan ditimbang. Kemudian sampel diblender selama 3 detik (Pracaya, 2007).





2.5  Tehnik Pengendalian

Pengendalian nematoda dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti cara bercocok tanam, sanitasi, kimia dan pengendalian hayati. Pengendalian dengan bercocok tanam melalui pengaturan waktu tanam yaitu menanam tanaman pada waktu yang tidak sesuai dengan perkembangan nematoda, membajak tanah agar nematoda yang berada pada lapisan dalam tanah akan naik kepermukaan tanah sehingga terjadi pengeringan oleh panas matahari, kelembaban tanah, perbaikan dan komposisi tanah dengan pemupukan (Sinaga, 2006).
Pengendalian secara kimia dapat dilakaukan dengan penggunaan nematisida: fumigan, metil bromyda, methon sodium dan karbofuran, penanifhas, dan prophus. Pengendalian secara hayati pelaksanaannya menggunakan mikroorganisme pada nematoda yang sekarang giat diteliti. Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan parasit atau predator pada telur, larva tau nematoda dewasa agar dapat menekan populasi nematoda (Trisnawati, 2009).
Pengendalian hayati terhadap patogen tanaman umumnya terjadi mekanisme secara antagonis. Antagonis yaitu peristiwa dimana organisme yang satu menghambat perkembangan dan pertumbuhan organisme yang lain, hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara seperti kompetisi, antibiosis, dan parasitisme. Dalam hal ini dapat terjadi persaingan dan perebutan ruang, makannan (nutrisi), oksigen dan pembentukan toksin (Subagia, 2008).


III.  METODE PRAKTEK
3.1    Tempat dan Waktu
Pelaksanaan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Nematoda bertempat di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Waktu pelaksanaan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman ini dilaksanakan pada hari Kamis, 22 Desember 2011 pada pukul 14.00-16.30 WITA dan hari Sabtu, 24 Desember 2011 pada pukul 15.00-16.30 WITA.

3.2    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam Praktikum Pengenalan Nematoda yaitu talang, keranjang, kain kasa, cutter, sprayer, loyang, corong, saringan, cawan petri, mikroskop, buku gambar, dan alat tulis menulis seperti pulpen, penghapus, pensil, dan penggaris.
Bahan yang digunakan dalam Praktikum Pengenalan Nematoda yaitu tanaman tomat (Lycopersicum esculentum) yang terserang penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp. beserta tanah disekitar tanaman tomat tersebut, tanaman seledri (Aphium graviolens L.) yang terserang penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematode Meloidogyne spp. beserta tanah disekitar tanaman seledri tersebut, 2 botol aquades, dan 3 tissue gulung.



3.3  Cara Kerja

Ekstraksi tanah yang terinfeksi nematoda langkah kerja yang harus dilakukan adalah yaitu pertama-pertama menyiapkan talang, keranjang dan kain kasa, kemudian meletakkan keranjang di atas talang, setelah itu melapisi keranjang tersebut dengan kain kasa dan tisue, setelah keranjang terlapisi dengan baik selanjutnya menaburi tanah yang terinfeksi nematoda kedalam keranjang secara merata. Setelah tanah sudah ditaburi langkah selanjutnya memasukan air aquades ke dalam talang sampai tanah sedikit tenggelam. Inkubasikan bahan yang telah siap selama 2 x 24 jam, setelah 2 x 24 jam meniris air rendaman tersebut kemudian menyaring air tersebut dengan saringan, setelah itu menyemprot-nyemprotkan saringan dengan hands sprayer di atas cawan petri, selanjutnya mengemati nematoda yang ada dalam cawan petri di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x, kemudian menggambar morfologi nematoda yang terlihat.
Ekstraksi akar yang terserang nematoda langkah kerjanya yaitu pertama-pertama menyiapkan talang, keranjang dan kain kasa, kemudian meletakkan keranjang di atas talang, setelah itu melapisi keranjang tersebut dengan kain kasa dan tisue, setelah keranjang terlapisi dengan baik selanjutnya mencuci akar yang terinfeksi nematoda dengan bersih, setelah bersih langkah selanjutnya adalah memasukan potongan akar kedalam keranjang secara merata. Setelah akar sudah ditaburi langkah selanjutnya memasukan air aquades ke dalam talang sampai akar sedikit tenggelam.

Inkubasikan bahan yang telah siap selama 2 x 24 jam, setelah 2 x 24 jam meniris air rendaman tersebut kemudian menyaring air tersebut dengan saringan, setelah itu menyemprot-nyemprotkan saringan dengan hands sprayer di atas cawan petri, selanjutnya mengemati nematoda yang ada dalam cawan petri di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x, kemudian menggambar morfologi nematoda yang terlihat
IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Keterangan :
1. Daun layu dan kering
2. Batang terlihat lunak
3. Bintil-bintil pada akar







 








Gambar 61. Morfologi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) yang Terserang Nematoda Meloidogyne spp.


Keterangan :
1. Daun terlihat layu & menguning
2. Akar memendek dan terdapat bintil-bintil
 







Gambar 41. Tanaman Seledri (Aphium graviolens L.) yang Terserang Penyakit Puru Akar yang Disebabkan Oleh Nematoda Meloidogyne spp.




Gambar 62. Morfologi Tanaman Seledri (Aphium graveolens L.) yang Terserang Nematoda Meloidogyne spp.







Keterangan :
1. Caput
2. Mulut
3. Abdomen
4. Stylet
5. Ekor
 










Gambar 42. Morfologi Nematoda Jantan Meloidogyne spp. pada Perbesaran 10x.







Gambar 63. Morfologi Nematoda Jantan Meloidogyne spp. pada Pembesaran10x.




Keterangan :
1. Kepala
2. Mata
3. Perut
4. Stylet

 

















Gambar 64. Morfologi Nematoda Betina Meloidogyne spp. pada Perbesaran 10x.







4.2     Pembahasan

4.2.1 Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum) yang terserang nematoda    Meloidogyne spp.


         Dari hasil pengamatan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum) yang terserang nematoda Meloidogyne spp, pada  bagian daunnya terlihat layu dan kering, batang nampak lunak dan kering, dan terlihat pada akarnya berbintil-bintil.
         Gejala serangan nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) terlihat pada daun yang menjadi cepat masak dan gugur, akar serabut menjadi abnormal jumlahnya. Adanya puru atau bintil-bintil pada akar yang terserang nematoda, yang agak mirip dengan bintil akar bakteri penambat nitrogen pada kacang-kacangan. Meskipun puru dapat mengandung nematoda dalam jangka waktu yang lama, akhirnya puru membusuk dan akar tumbuhan rusak (Trisnawati, 2006).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tanah disekitar tanaman tomat yang  terserang nematoda terlihat lembab, berair, dan memiliki tekstur tanah yang kasar.
Tanah yang menjadi tempat hidup nematoda mempunyai struktur yang kasar. Kebanyakan nematoda juga hidup di tanah yang mempunyai banyak pori dan didalam pori-pori tersebut terdapat cukup udara. Tanah tersebut juga mempunyai kelembapan yang cukup serta tipe tanah dan pH juga mempunyai pengaruh terhadap distribusi nematoda (Hidayat, 2009).




4.2.2 Tanaman seledri (Apium graviolens L.) yang terserang nematoda Meloidogyne spp.



Dari hasil pengamatan tanaman seledri (Apium graviolens L.) yang terserang nematoda Meloidogyne spp. terlihat pada daunnya menjadi layu dan menguning, tanaman tumbuh tidak normal,  dan nampak pada akarnya berbintil-bintil.
Gejala serangannya terlihat pada akar tanaman yang menjadi berbintil-bintil, sehingga berakibat pada sistem transportasi air dan unsur hara terganggu, akibatnya akan berpengaruh keseluruh bagian permukaan tanaman, pertumbuhan menjadi terhambat, daun menguning, dan dalam waktu yang rentan akan mengakibatkan kematian pada tanaman (Tjahjadi, 2008).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan,pada tanah disekitar tanaman seledri yang terserang nematoda lembab, berair, dan memiliki tekstur tanah kasar.
Tanah yang menjadi tempat hidup nematoda mempunyai struktur yang kasar, bukan halus seperti lempeng. Nematoda biasanya  menyukai keadaan lembab karena kelembaban juga berpengaruh terhadap dar hidup nematode. Kebanyakan nematoda juga hidup di tanah yang mempunyai banyak pori dan didalam pori-pori tersebut terdapat cukup udara. Tanah tersebut juga mempunyai kelembapan yang cukup  (Hidayat, 2009).





4.2.3  Perbedaan Nematoda Meloidogyne spp. jantan dan betina

Berdasarkan pada pengamatan, perbedaan Nematoda meloidogyne spp. jantan dan betina terletak pada bagian tubuh dan ukuran tubuhnya. Nematoda jantan mempunyai bagian tubuh yang terdiri atas kepala, mata, perut, stylet, dan ekor. Ukuran nematoda jantan juga lebih panjang dari nematoda betina.
Nematoda jantan mempunyai bentuk seperti cacing kecil. Bagian tubuh nematoda jantan terdiri atas kepala, mata, perut, stylet, dan ekor. Ukuran tubuh nematoda jantan memanjang bergerak lambat didalam tanah, nematoda jantan lebih panjang dibandingkan dengan nematoda betina. Panjang nematoda jantan bervariasi maksimum 2 mm, kepalanya tidak berlekuk, panjang styletnya hampir dua kali panjang stylet betina, ekornya pendek dan membulat (Hidayat, 2009).
Bentuk morfologi nematoda betina berdasarkan hasil pengamatan ini berbeda dengan yang jantan. Nematoda betina mempunyai bagian tubuh yang terdiri atas kepala, mata, perut, dan stylet. Namun tidak mempunyai ekor seperti nematoda jantan. Nematoda betina memiliki bentuk tubuh seperti botol.
Bentuk morfologi nematoda betina berbeda dengan yang jantan. Nematoda betina mempunyai bentuk yang mirip botol dan mempunyai bagian tubuh yang terdiri atas kepala, mata, perut, stylet, dan tidak mempunyai ekor. Nematoda betina juga mempunyai sifat endoparasit yang tidak berpindah (sedentary) mempunyai leher pendek dan tanpa ekor (Hidayat, 2009).


Panjangnya lebih dari 0,5 mm dan lebarnya antara 0,3–0,4 mm, stiletnya lemah dan panjangnya 12-15 mm  melengkung ke arah dorsal serta mempunyai pangkal knot yang jelas. Dari segi ukuran, nematoda betina mempunyai diameter yang lebih besar dibanding nematoda jantan (Hidayat, 2009).
4.2.4        Teknik esktrasi nematoda Meloidogyne spp.
            Teknik ekstrasi nematoda pada pengamatan ini menggunakan teknik yang sederhana. Akar dari tanaman yag terserang nematoda dibersihkan, kemudian menyediakan talang, keranjang, dan kain kasa, lalu keranjang ditutupi dengan kain kasa dan tissue. Memotong tanaman yang terserang dengan panjang 1 cm lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Memasukkan air aquades secukupnya ke dalam talang, kemudian didiamkan selama  1x24 jam. Setelah didiamkan 1x24 jam, kemudian menyaring air rendaman akar dalam wadah. Kemudian menyemprotkan air pada saringan agar nematoda pada saringan jatuh pada cawan petri, lalu diteliti dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali.
            Nematoda bisa diekstrasi dari dalam jaringan tumbuhan dan dari dalam tanah. Untuk mengekstrasi nematoda yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan yang berupa akar harus dibersihkan terlebih dahulu dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil dengan panjang  2-3 cm, dengan menggunakan pencincang listrik selama 15-30 detik akan menghasilkan campuran nematoda, campuran tersebut dituangkan keatas saringan. Saringan tetap dibiarkan dalam air untuk menampung sisa jaringan tumbuhan, nematoda yang bergerak akan menembus lubang saringan dan dapat dikumpulkan dari air yang berada dibawah saringan tersebut (Hutagalung, 2008)
            Teknik ekstrasi sederhana juga digunakan dalam mengekstrasikan nematoda yang berasal dari tanah. Alat-alat yang disediakan yaitu talang, keranjang, dan kain kasa, cara kerjanya keranjang ditutupi dengan kain kasa dan tissue. Tanah dimasukkan secukupnya ke dalam keranjang. Lalu memasukkan air aquades secukupnya ke dalam talang, kemudian didiamkan selama  1x24 jam. Setelah didiamkan 1x24 jam, kemudian menyaring air rendaman tanah dalam wadah. Kemudian menyemprotkan air pada saringan agar nematoda pada saringan jatuh pada cawan petri, lalu diteliti dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali.
            Pengekstraksian nematoda yang berasal dari tanah dapat dilakukan dengan cara metode baskom. Masukkan 100 gr contoh tanah ke dalam baskom Adan tambahkan air hingga merendamkan contoh tanah. Aduk, kemudian tuang suspensinya ke dalam baskom plastik B. Lakukan secara lengkap dan sempurna. Endapan contoh tanah yang terdapat pada baskom A tuangi kembali dengan air dan tuangi lagi suspense tersebut ke dalam baskom B. Sisa partikel tanah kasar pada baskom A dibuang. Aduk suspense pada baskom B, kemudian tuang ke dalam baskom A melalui saringan 125 mesh. Kemudian saringan diletakkan ke dalam cawan petri, dan tuangkan suspensi dari baskom A. Suspensi dalam cawan petri dibiarkan semalam. Apabila air dianggap berlebihan, pengurangan volume air dilakukan dengan caramenyedot air dibagian atas dengan selang plastic yang sebelumnya telah diisi air. Dalam keadaan teraduk, pipet suspensi nematode sebanyak 10 ml, kemudian tuang ke dalam cawan penghitung. Pengamatan dapat dilakukan dibawah mikroskop (Hutagalung, 2008).
                                                                       
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1         Kesimpulan
     Dari pelaksanaan Praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman Tantang Pengenalan Nematoda dapat disimpulkan yaitu :
1. Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam  tanah, panjangnya bervariasi dan maksimum 2 mm kepalanya berlekuk dan panjang stiletnya hampir 2 kali panjang stilet betina sedangkan nematoda betina dewasa berbentuk seperti buah pir bersifat endoparasit yang tidak berpindah (sedentary), mempunyai leher pendek dan tanpa ekor.
2. Gejala umum Penyakit yang disebabkan nematoda tanaman yang terserang menjadi layu, daun bercak-bercak kecoklatan dan terdapat bintil-bintil pada akar.
3. Pengendalian nematoda dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti cara  bercocok tanam, sanitasi, kimia dan pengendalian hayati.

5.2  Saran

Diharapkan kepada seluruh asisten agar menyuruh kami para praktikan membawa alat yang seadanya saja, agar alat-alat yang lain tidak mubazir, soalnya uang para praktikan habis, alat sebagian alat yang praktikan bawa tidak terpakai, atau hanya sebagian saja yang terpakai.



DAFTAR PUSTAKA
Anafzhu, 2009. Nematoda. http://anafzhu.blogspot.com/2011/06/penyakit-tungro.html. Diakses pada tanggal 24 Desember 2011.

Hutagalung, L., 2008. Teknik Ekstrasi dan Membuat Preparat Nematoda Parasit Tumbuhan. Rajawali Press, Jakarta.

Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Subagia, 2008. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hidayat, H., 2009. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sinaga, S.M., 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya,Jakarta.

Tjahjadi, N., 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius, Palembang.

Trisnawati, Y., 2006. Pembudidayaan Secara Komersial Tomat. Penebar Swadaya, Jakarta.


  





1 komentar: